OPINI Membangun Keadilan Substantif: Tantangan dan Harapan dalam Penegakan Hukum di Indonesia

OPINI  Membangun Keadilan Substantif: Tantangan dan Harapan dalam Penegakan Hukum di Indonesia

Visiindonesia.com - Pekanbaru - Dalam sistem hukum Indonesia, penegakan hukum masih menjadi tantangan utama yang harus dihadapi oleh berbagai lembaga negara. Meski telah memiliki instrumen hukum yang cukup lengkap, praktik di lapangan sering kali menunjukkan adanya ketimpangan antara teori hukum dan implementasinya. Hal ini tampak nyata dalam kasus-kasus yang melibatkan pelaku dari kalangan elit, baik pejabat negara maupun pengusaha besar, yang kerap kali lolos dari jerat hukum atau mendapat perlakuan istimewa dalam proses penegakan hukum.

Salah satu problematika utama adalah independensi lembaga penegak hukum itu sendiri, khususnya kepolisian dan kejaksaan. Meski secara formal keduanya berada dalam sistem yang terpisah, kenyataannya mereka masih sangat dipengaruhi oleh kekuasaan eksekutif. Hal ini terlihat dari berbagai intervensi, baik langsung maupun tidak langsung, dalam penanganan perkara tertentu yang memiliki dimensi politik. Kondisi ini mencederai prinsip due process of law dan mengikis kepercayaan publik terhadap sistem hukum.

Selain itu, praktik korupsi yang merajalela di tubuh lembaga penegak hukum juga memperburuk situasi. Adanya suap dalam proses penyidikan, penuntutan, hingga putusan di pengadilan, menunjukkan bahwa hukum bisa diperjualbelikan. Keadaan ini menciptakan ketidakadilan bagi masyarakat kecil yang tidak memiliki akses terhadap kekuatan ekonomi dan politik, sementara para pelaku kejahatan kerah putih justru menikmati kekebalan tidak resmi.

Dalam konteks tersebut, pembenahan sistem hukum tidak cukup hanya dengan revisi undang-undang atau pembentukan lembaga baru. Diperlukan reformasi menyeluruh yang menyentuh aspek struktural, kultural, dan instrumental. Struktural berarti adanya restrukturisasi institusi penegak hukum agar lebih independen dan bebas dari intervensi kekuasaan lain. Kultural menekankan pentingnya etika profesi dan integritas aparat hukum. Sementara secara instrumental, dibutuhkan perbaikan sistem rekrutmen, pengawasan internal, dan manajemen perkara.

Transparansi juga menjadi kunci dalam membangun sistem hukum yang bersih. Penggunaan teknologi informasi dalam proses hukum dapat membantu meminimalisasi praktik manipulasi dan memperkuat akuntabilitas. Misalnya, sistem e-court dan e-litigation yang memungkinkan proses persidangan dilakukan secara terbuka dan terdokumentasi dengan baik. Hal ini akan memberi ruang bagi masyarakat untuk mengawasi jalannya proses hukum secara aktif.

Namun, transparansi saja tidak cukup tanpa keberanian dari aparat penegak hukum untuk bertindak secara profesional. Keberanian untuk menolak intervensi, untuk menegakkan hukum tanpa pandang bulu, dan untuk memberikan perlindungan hukum yang setara kepada semua warga negara, adalah kunci dari keadilan substantif. Sayangnya, keberanian ini sering kali terkikis oleh kepentingan pribadi dan tekanan institusional.

Kelemahan penegakan hukum juga terlihat dalam kasus-kasus pelanggaran HAM dan konflik agraria, di mana aparat sering kali lebih berpihak kepada korporasi dibanding masyarakat adat atau petani. Hal ini menandakan adanya bias kekuasaan yang sangat kuat dalam praktik penegakan hukum. Dalam situasi ini, hukum tidak lagi berfungsi sebagai pelindung rakyat, melainkan menjadi alat legitimasi kekuasaan dan modal.

Pendidikan hukum di Indonesia pun memiliki peran besar dalam membentuk wajah penegakan hukum. Kurikulum yang terlalu menekankan aspek normatif dan kurang menumbuhkan kepekaan sosial membuat banyak lulusan hukum tidak memahami realitas ketidakadilan yang dialami masyarakat. Padahal, seorang sarjana hukum seharusnya tidak hanya paham aturan, tetapi juga mampu mengkritisi struktur yang menindas dan memperjuangkan perubahan yang adil.

Opini publik juga memainkan peran penting dalam mendorong perubahan hukum. Masyarakat yang kritis dan terlibat aktif dalam mengawal proses hukum akan menjadi kekuatan pengimbang bagi potensi penyimpangan. Namun, ini membutuhkan pendidikan hukum publik yang massif agar masyarakat tidak mudah dimanipulasi oleh narasi hukum yang keliru atau menyesatkan.

Pada akhirnya, reformasi hukum adalah proses panjang yang memerlukan komitmen dari semua pihak, termasuk negara, aparat, akademisi, dan masyarakat. Tanpa kemauan politik yang kuat dan partisipasi publik yang aktif, hukum akan terus menjadi alat kekuasaan, bukan alat keadilan. Oleh karena itu, upaya membangun sistem hukum yang adil, bersih, dan transparan harus menjadi prioritas bersama dalam menjaga integritas demokrasi dan menjamin hak asasi setiap warga negara.

Comments (0)

There are no comments yet

Related Posts

Paling Dicari

Leave a Comment